Jakarta, Propertikini.com – Evergrande dituduh manipulasi laporan keuangan oleh Komisi Regulasi Sekuritas China (CSRC). Dugaan ini mencakup penggelembungan pendapatan sebesar US$78 miliar atau setara Rp1.227 triliun selama dua tahun berturut-turut.
Skandal ini disebut sebagai kasus penipuan keuangan terbesar dalam sejarah Tiongkok, mengingat posisi Evergrande sebagai perusahaan properti terbesar kedua di negara tersebut berdasarkan volume penjualannya.
Setelah penyelidikan selama delapan bulan, CSRC menemukan pemalsuan dalam laporan keuangan tahun 2019 dan 2020. Evergrande dijatuhi denda sebesar 4,175 miliar yuan atau sekitar Rp9,1 triliun.
Selain itu, Xu Jiayin, pendiri sekaligus bos Evergrande, juga dikenai sanksi pribadi. Mantan orang terkaya Tiongkok ini diwajibkan membayar denda sebesar 47 juta yuan atau sekitar Rp102 miliar. Lebih buruk lagi, Xu dilarang terlibat dalam pasar saham seumur hidup.
Ekonom Diana Choyleva memperkirakan bahwa keterpurukan Evergrande tidak akan berakhir dalam waktu dekat. Menurutnya, proses likuidasi perusahaan akan berjalan panjang dan rumit. Nasib buruk itu sudah diprediksi oleh seorang ekonom dunia Diana Choyleva. Menurutnya, Evergrande akan mengalami keterpurukan yang berlanjut.
“Kami memperkirakan akan terjadi likuidasi yang berlarut-larut di Evergrande,” ujar Choyleva seperti dikutip Propertikini.com.
Pada kuartal III tahun 2023, Evergrande resmi dinyatakan bangkrut setelah gagal membayar utang sebesar US$340 miliar atau sekitar Rp5.348 triliun pada tahun 2021. Kegagalan ini menjadi simbol krisis yang telah menghantam pasar properti Tiongkok selama bertahun-tahun.
Keputusan pemerintah untuk melikuidasi dan mengambil alih aset Evergrande pada awal 2024 menciptakan gelombang kejut di sektor ekonomi Tiongkok. Skandal ini memengaruhi kepercayaan investor domestik dan internasional terhadap stabilitas pasar properti di negara tersebut.
Dampaknya tidak hanya dirasakan oleh perusahaan domestik, tetapi juga menyentuh bisnis asing yang beroperasi di Tiongkok. Pemberi pinjaman luar negeri kini menghadapi ketidakpastian terkait pembayaran dan investasi mereka.
Kasus Evergrande dituduh manipulasi laporan keuangan menandai krisis properti yang memengaruhi ekonomi terbesar kedua dunia ini. Langkah-langkah tegas dari pemerintah Tiongkok menjadi peringatan bagi sektor properti lainnya untuk menjaga transparansi dan akuntabilitas.