Jakarta, Propertikini.com – Perusahaan properti Cina cabut dari kota pesisir Sihanoukville, Kamboja, akibat pandemi Covid-19. Kepergian mereka meninggalkan ratusan proyek mangkrak, memukul sektor real estat dan ekonomi lokal. Perusahaan properti china cabut dari Kamboja segera setelah mengetahui bahwa project mereka tdak berjalan dengan baik.
Salah satu korban dari fenomena ini adalah Pan Sombo, seorang guru sekolah dasar berusia 51 tahun yang lahannya digunakan untuk pembangunan apartemen 10 lantai. “Ini sama sekali tidak terbayangkan,” ujarnya, menatap gedung yang kini hanya berupa rangka bangunan.
Proyek apartemen yang seharusnya selesai pada 2021 terhenti karena pandemi. Investor asal Cina yang sebelumnya menjanjikan pendapatan sekitar Rp75 juta per bulan dari penggunaan lahan Pan, kini tidak dapat kembali ke Kamboja.
Menurut data pemerintah kota, terdapat sekitar 360 bangunan belum selesai dan 170 bangunan lainnya selesai tetapi kosong di Sihanoukville. Kota ini sebelumnya dikenal sebagai pusat pertumbuhan pesat pada pertengahan 2010-an, didorong oleh investasi besar dari Cina melalui inisiatif Belt and Road.
Namun, pandemi Covid-19 dan penurunan tajam jumlah wisatawan Cina memberi pukulan telak. Tahun lalu, Kamboja hanya menerima sekitar 550.000 wisatawan dari Cina, turun 77 persen dibandingkan 2019.
Selain itu, penurunan drastis aktivitas bandara internasional Sihanoukville—hanya 15.754 penumpang sepanjang tahun lalu, turun 98 persen dari 2019—semakin memperburuk situasi.
Pada masa kejayaannya, Sihanoukville disebut-sebut sebagai Makau kedua karena menjamurnya puluhan kasino dan pembangunan besar-besaran, termasuk hotel mewah dan pusat perbelanjaan yang didanai oleh pengembang Cina seperti Prince Real Estate Group.
Namun, kepergian perusahaan properti Cina cabut tak hanya memengaruhi Sihanoukville. Krisis properti Cina juga berdampak di negara tetangga, seperti Malaysia. Di sana, proyek senilai US$100 miliar milik Country Garden Holdings di Johor kini dalam ketidakpastian.
Sihanoukville mengalami stagnasi ekonomi setelah investor Cina meninggalkan proyek-proyek besar. Proyek mangkrak ini menciptakan kesenjangan di sektor konstruksi dan real estat, sementara ekonomi lokal yang sebelumnya bergantung pada sektor ini kesulitan untuk bangkit.
Sebagai negara yang erat terhubung dengan Cina secara ekonomi, Kamboja kini harus mencari cara untuk menghidupkan kembali proyek-proyek yang mangkrak. Pemerintah perlu menarik investasi dari sumber lain dan mengurangi ketergantungan pada satu negara.
Kepergian perusahaan properti Cina dari Kamboja menjadi pelajaran bagi negara-negara berkembang untuk mendiversifikasi sumber investasi. Sihanoukville, yang pernah menjadi simbol pertumbuhan pesat, kini menjadi pengingat betapa pentingnya keberlanjutan dalam investasi jangka panjang.